PSSI Hidupkan Kembali Kompetisi Lokal: Langkah Strategis untuk Sepak Bola Indonesia

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tengah merancang gebrakan besar dengan menghidupkan kembali kompetisi sepak bola tingkat kota/kabupaten sebagai bagian dari strategi jangka panjang pengembangan sepak bola nasional. Inisiatif yang digagas langsung oleh Ketua Umum PSSI Erick Thohir ini diharapkan dapat menjadi fondasi baru untuk membangun ekosistem sepak bola Indonesia yang lebih sehat dan kompetitif.

Dalam kunjungan kerjanya ke Bali United Training Center, Kabupaten Gianyar, Erick Thohir mengungkapkan bahwa pihaknya sedang aktif berkomunikasi dengan berbagai konstituen sepak bola di daerah. “Kami ingin mengaktifkan kembali perserikatan dengan format yang lebih modern dan terstruktur,” jelas mantan Menteri BUMN tersebut. Rencananya, kompetisi yang akan disebut Liga 4 ini akan berjalan selama empat bulan sebagai tahap awal implementasi.

Kebijakan ini muncul sebagai respons atas menurunnya kualitas kompetisi lokal dalam beberapa tahun terakhir. Data PSSI menunjukkan bahwa hanya 30% kabupaten/kota di Indonesia yang masih aktif menyelenggarakan kompetisi reguler. Padahal, kompetisi lokal selama ini menjadi tulang punggung pembibitan pemain muda sebelum menapak ke level yang lebih tinggi. “Kami menemukan banyak talenta-talenta mentah yang sebenarnya memiliki potensi besar, tapi tidak tersalurkan karena minimnya kompetisi di level akar rumput,” tambah Erick.

Format yang sedang digodok PSSI mencakup beberapa elemen penting:

  1. Sistem kompetisi terpadu dengan standar nasional
  2. Mekanisme promosi-degradasi dengan Liga 3
  3. Pembinaan manajerial untuk pengurus klub lokal
  4. Program capacity building untuk pelatih dan ofisial pertandingan
  5. Integrasi sistem scouting nasional

Dari sisi pendanaan, PSSI akan menerapkan skema kemitraan dengan pemerintah daerah dan sponsor korporat. “Kami tidak ingin ini menjadi beban APBD. Model bisnis yang sustainable sedang kami susun agar kompetisi bisa mandiri,” papar Erick. Salah satu skema yang ditawarkan adalah program adopsi klub oleh perusahaan dengan insentif pajak tertentu.

Ahli perkembangan sepak bola, Dr. Setyo Busono, menyambut baik langkah ini. “Ini seperti kembali ke khittah sepak bola Indonesia di era 80-90an ketika perserikatan menjadi tulang punggung pembinaan pemain,” ujarnya. Namun ia mengingatkan pentingnya pendekatan yang berbeda dengan masa lalu. “Harus ada inovasi dalam sistem kompetisi dan manajemen agar sesuai dengan perkembangan sepak bola modern.”

Tantangan terbesar yang dihadapi adalah disparitas kualitas antar daerah. PSSI mengakui perlunya pendekatan berbeda untuk daerah dengan infrastruktur terbatas. “Kami sedang menyusun program afirmasi untuk daerah tertinggal, termasuk bantuan sarana prasarana dan pelatihan,” jelas Sekjen PSSI Yunus Nusi dari mnctoto.com.

Respons dari daerah cukup beragam. Beberapa kabupaten seperti Gianyar dan Sleman menyambut antusias, sementara daerah lain masih ragu dengan kesiapan infrastrukturnya. “Kami butuh kepastian regulasi dan dukungan pendanaan sebelum berkomitmen,” ujar Ketua Asprov PSSI Jawa Barat.

Jika berjalan sesuai rencana, kompetisi ini akan menjadi kawah candradimuka bagi bibit-bibit unggul Indonesia. PSSI menargetkan minimal 300 kabupaten/kota akan berpartisipasi pada tahun pertama penyelenggaraan. “Ini bukan sekadar kompetisi, tapi gerakan nasional untuk membangun sepak bola dari dasar,” tegas Erick.

Leave a Comment