DPR Awasi Penulisan Ulang Sejarah RI agar Bebas dari Intervensi Politik

DPR Awasi Penulisan Ulang Sejarah RI agar Bebas dari Intervensi Politik

Penulisan ulang sejarah Indonesia menjadi sorotan publik setelah berbagai pihak mengkhawatirkan adanya potensi distorsi narasi akibat intervensi politik. Merespons kekhawatiran itu, Dewan Perwakilan Rakyat (slot murah bet 200) menegaskan komitmennya untuk mengawal proses penulisan ulang sejarah Republik Indonesia agar tidak disusupi kepentingan kekuasaan.

Ketua Komisi X DPR RI menyampaikan bahwa sejarah bangsa adalah milik rakyat, bukan milik rezim. Oleh karena itu, setiap usaha pembaruan atau revisi terhadap narasi sejarah harus dilakukan secara transparan, ilmiah, dan melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk sejarawan independen, akademisi, dan tokoh masyarakat.

Alasan Revisi Sejarah

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berencana memperbarui narasi sejarah nasional sebagai bagian dari reformasi pendidikan dan penguatan identitas bangsa. Langkah ini dinilai penting mengingat banyak catatan sejarah Indonesia yang selama ini dinilai bias atau tidak lengkap, terutama terkait peristiwa-peristiwa besar seperti G30S, Reformasi 1998, hingga peran tokoh-tokoh yang dulu disingkirkan dari narasi utama.

Namun, revisi ini menuai kekhawatiran publik akan potensi digunakannya proyek ini sebagai alat politisasi sejarah untuk membenarkan kekuasaan tertentu. Inilah yang mendorong DPR untuk memperketat pengawasan.

DPR Dorong Keterlibatan Sejarawan Independen

Dalam proses pengawasan, DPR mendorong agar penulisan ulang sejarah dilakukan oleh tim yang terdiri dari sejarawan profesional yang bebas dari afiliasi politik dan memiliki rekam jejak keilmuan yang kredibel. Selain itu, keterlibatan masyarakat, saksi sejarah, dan lembaga-lembaga kultural juga dianggap penting untuk memastikan bahwa sejarah yang ditulis tidak bersifat sepihak.

Komisi X DPR juga menekankan pentingnya pelibatan lembaga pendidikan dan perguruan tinggi dalam proses verifikasi data sejarah. Hal ini diharapkan bisa meminimalisasi risiko narasi sejarah yang manipulatif atau penuh muatan ideologis tertentu.

Sejarah sebagai Alat Pendidikan, Bukan Propaganda

Sejarah memiliki fungsi utama sebagai alat pendidikan untuk membentuk karakter dan identitas bangsa. Ketika sejarah dimanipulasi, maka generasi muda akan tumbuh dengan pemahaman yang keliru terhadap masa lalu bangsanya.

DPR mengingatkan bahwa sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, tapi juga cermin pembelajaran untuk masa depan. Jika narasi sejarah dikendalikan oleh kepentingan politik sesaat, maka nilai-nilai objektivitas, kebenaran, dan keadilan akan terabaikan. Oleh karena itu, lembaga legislatif menegaskan akan terus mengawal proses ini melalui rapat-rapat kerja, pemanggilan kementerian terkait, serta membuka ruang pengawasan publik secara luas.

Transparansi dan Akses Informasi

Langkah lain yang didorong DPR adalah memastikan transparansi dalam proses dokumentasi dan publikasi sejarah. Semua dokumen, hasil riset, dan diskusi tim penyusun harus dapat diakses publik agar masyarakat dapat ikut menilai dan mengkritisi narasi yang dibangun.

Penulisan ulang sejarah, jika dilakukan dengan benar dan adil, berpotensi menjadi momentum penting dalam menyembuhkan luka sejarah dan membangun kebanggaan nasional yang utuh. Namun jika disusupi kepentingan politik, proyek ini justru bisa menjadi bumerang bagi kepercayaan publik terhadap negara

DPR memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa penulisan ulang sejarah RI berlangsung secara ilmiah, objektif, dan bebas dari intervensi kekuasaan. Dengan pengawasan ketat, pelibatan sejarawan independen, serta keterbukaan informasi, upaya ini diharapkan bisa melahirkan narasi sejarah yang lebih jujur, adil, dan mencerminkan suara seluruh rakyat Indonesia.